Pasutri itu tiba-tiba menepi, persis di bawah JPO. Awalnya kukira mereka hanya berdua, ternyata si kecil nyempil di boncengan tengah. Hujan memang tiba-tiba turun dengan derasnya, disertai angin yang juga cukup kencang. Laju kendaraan tertahan, tak bisa melaju secepat biasanya. Puncak jam “sibuk” Kota Pahlawan. Lima menit, sepuluh menit, hujan semakin menjadi. Keluarga kecil nampak bingung, mencari tempat yang nyaman untuk putranya. “Duduk saja di situ Bu, ada tempat kosong” Aku berseloroh. Sembari menggiring anaknya, “Iya, terima kasih Pak” sambil berlalu.
Membuntuti dibelakang si Bapak, sambil menenteng keresek tanggung warna putih, lengkap dengan kotak makanan warna cokelat, bertumpuk dua. Motor yang ditumpanginya pun dibiarkan tergeletak begitu saja, di tepi jalan, di bawah jembatan penyeberangan orang. “Di sana kering, nggak ada hujan, di sini langsung deras” Pungkasnya sambil menuding ke arah jalur yang dia lalui. Aku tersenyum, “Ya memang cuaca akhir-akhir ini mirip tahu bulat, suka dadakan datangnya”, si Bapak tersenyum simpul mendengar jawaban saya.
Halte bus kota memang lebih ramai dari biasanya. Calon penumpang berbaur dengan pengendara motor yang memilih untuk menepi dan berteduh. Ya sebaiknya memang seperti itu, karena jarak pandang terbatas, disertai angin, cukup beresiko untuk terus menerjangnya. Setelah lima belas menit, bus yang “kuincar” pun datang. Surabaya selangkah mengejar ketertinggalan dari Ibukota Jakarta. Moda transportasi publik layak diacungi jempol. Ada Suroboyo Bus, Feeder Wira-Wiri, Semanggi Suroboyo. Semuanya terintegrasi dengan jalanan utama di Kota Surabaya.
Canggihnya lagi, armadanya bisa dipantau dengan seksama melalui aplikasi, GoBis. Platform ini menghadirkan kemudahan dan daya treacibility yang mumpuni. Calon penumpang dengan presisi, bisa memprediksi bus atau feeder ini siap menjemput dan mengangkut mereka. Adapun pembagiannya menjadi beberapa sub kategori diantaranya Suroboyo Bus, Wira-Wiri, Teman Bus dan TransJatim.
Suroboyo Bus
Armada berkelir merah ini menggunakan bus jumbo layaknya bus antarkota. Dengan tempat duduk 2-2, ditambah space untuk penumpang berdiri. Separuh di depan untuk penumpang wanita dan prioritas, dan separuh sisanya yang dibelakang, mixed alias campur. Adapun Suroboyo bus ini mengakomodir rute terminal Purabaya (Bungurasih)-Perak dan Purabaya-ITS. Bus ini membelah tengah Kota Pahlawan.
Sistem pembayarannya pun bervariasi. Calon penumpang bisa menggunakan QRIS, tapping kartu dan ada saldo botol plastik. Awal mulanya bus ini melayani penumpang dengan “setor” botol plastik. Tempatnya semacam keranjang dan ada di dalam bus, namun metodenya saat ini berubah. Per bulan Mei tahun 2022, Suroboyo Bus ini tak mengadopsi cara lama. Ya memang kalau dipikir, apakah semua calon penumpang sama tingkat kebersihannya? Kalau habis di cuci dan dikeringkan sih gak masalah, coba kalau abis mungut dari selokan terus di setor? hahaha
Tarifnya pun cukup merakyat, cukup dengan lima ribu rupiah, Anda bisa keliling Ibukota Provinsi Jawa Timur ini! Petugas akan memberikan karcis ber-barcode yang berlaku selama dua jam. Dengan memegang karcis ini, Anda bebas memilih moda transportasi lainnya, seperti Wira-Wiri atau Semanggi Suroboyo. Untuk lansia, tidak dikenakan tarif alias gratis, dengan usia mulai dari enam puluh tahun. Cukup menunjukkan kartu tanda penduduk. Sedangkan untuk pelajar dan mahasiswa, dikenakan tarif setengahnya alias dua ribu lima ratus rupiah, dengan syarat kartu pelajar atau kartu tanda mahasiswa.
Dengan harga terjangkau dan fasilitas yang bagus, penumpang sangat nyaman dan dimanjakan. Hal ini berbanding terbalik dengan situasi dan kondisi angkutan antarkota. Calon penumpang harus berjuang sepenuh hati dan tulus ikhlas, terutama untuk jalur-jalur yang saat ini dilalui tol. Jalur yang saya lewati seperti Porong, Gempol, Pandaan, Sukorejo, Purwosari dan Lawang di malam hari, seperti sedang mengadu nasib. Bukan tidak ada armada yang jalan, tapi rata-rata langsung tol panjang, bablas Malang!
Tentu saja yang diuntungkan ya penumpang tujuan Kota Malang. Hampir setiap dua puluh menit, ada saja yang melintas, berbeda dengan jalur non tol, setiap satu hingga dua jam lamanya harus menunggu! Terbaru, saya sempat berbincang dengan Ibu-ibu seperjuangan. Beliau sedang menunggu bus jurusan Kota Pasuruan, tepatnya Kebonagung. Hujan deras menemani kami sepanjang penantian. Capek bercampur dingin seolah menjadi kombinasi yang klop! Sedari tadi kuperhatikan ibu ini diam dan berdiri di pintu keluar bus antarkota. Lengkap dengan jas hujan plastik warna putih menempel dibadannya.
Berada disekitar mas-mas dan bapak-bapak yang juga sedang menunggu bus yang cocok sesuai tujuan. Belum lagi makelar dan crew bus yang berjibaku mencari penumpang. Atap pintu keluar bus juga tak terlalu nyaman untuk berteduh, beberapa titik terlihat bocor dan rembes. Topi yang ku kenakan juga kuyup, berikut jaket dan sepatu yang mulai diterobos air. Melepas bosan menanti bus, luapkan saja dengan bercengkrama. Bapak-bapak paruh baya disamping ku menenteng satu kardus dan tanaman bonsai yang digeletakkan begitu saja di lantai pos jaga. Tas punggung tetap melekat. Logatnya bukan orang Surabaya, ternyata benar, beliau orang Wonogiri yang hendak pulang kampung.
Hanya sebentar menunggu, beliau langsung ngacir naik Sugeng Rahayu. Dibelakang ku sedang mengobrol asyik bapak tua dan pemuda yang sedang mencari tujuan masing-masing. Dari pembicaraan nya si Bapak ini destinasinya akan ke Purwokerto dan si Pemuda akan pulang ke Madiun. Tak sampai tiga puluh menit, obrolan itu tak terdengar lagi, keduanya ternyata sudah meluncur ke armada bus masing-masing. Ujian menanti bus seberat ini Gusti! Namun aku patut bersyukur, perjalanan mereka jauh, berbeda denganku yang butuh satu jam saja.
Mendapati teman seperjuangan satu per satu hilang, aku bergegas “nyebrang” ke sebelah. Ibu bermantel putih itu masih saja berdiri di tempat yang sama. Beberapa kali bertanya ke crew bus jurusan Banyuwangi, Jember dan Probolinggo, rata-rata mereka tol panjang. Tak ada satupun yang mau singgah di Kota Pasuruan! Miris. Hampir dua jam berdiri diantara rintik hujan dan para lelaki di tengah malam menjelang. Pejuang keluarga, luar biasa! Kami hanya bisa berdo'a, semoga segera ada solusi dari pemerintah. Mengakomodasi pengguna transportasi publik.
Bus yang kunanti itu tiba, namun ibu itu masih setia berdiri di pintu tengah.
“Kalau jam segini mau ke Kota Pasuruan, ya berdoa saja semoga ada. Itupun kalau bus Ladju jalan, kalau enggak ya tidur hotel saja” Sopir bus yang ku tumpangi mengigau.
Ah sungguh, kerjanya Dishub ngapain saja sih, gumamku dalam hati.
Mantabbb ... penuh informasi
BalasHapusMakasih
BalasHapus