Langsung ke konten utama

Pasar Tradisional Pandaan

Pasar Tradisional Pandaan
19 April 2019

Mendengar kata pasar tak awam bagi masyarakat hampir seluruh pelosok negeri. Diberbagai disiplin ilmu terutama tentang ilmu sosial dan ilmu ekonomi telah dipelajari. Dalam bahasa Jawa,pasar sering disebut peken (kromo alus). Beberapa puluh tahun lalu, Pasar (tradisional) bisa dikatakan sebagai pusat jual beli masyarakat. Aneka kebutuhan rumah tangga tersedia di pasar.

Namun seiring pergeseran jaman, pasar tradisional harus bertarung dengan pasar modern agar bertaring. Menjamurnya pasar modern tak lepas dari gaya hidup negeri ini yang mulai bergeser. Berbagai alasan yang mungkin membuat orang beralih ke pasar modern salah satunya ke higienis an baik tempat maupun barang yang dijajakan, selain itu kualitas juga berperan.

Hingga diawal 90'an, pasar tradisional menjadi pilihan utama masyarakat. Mulai dari perlengkapan dapur, pakaian dan peralatan rumah tangga hampir semua dibeli di pasar. Perlahan tapi pasti, kemauan pembeli untuk belanja di pasar mulai berubah, tak peduli dikota besar maupun kota-kota penyangga disekitarnya. Sebut saja belanja pakaian. Banyaknya store pakaian semi-modern menawarkan branded dan kenyamanan. Suasana belanja yang sejuk, bersih serta bermerek membuat calon pembeli betah berlama-lama di mall. Food corner juga disediakan agar pengunjung nyaman.

Berbeda dengan pasar tradisional yang terlanjur mendapat image yang kotor, bau dan kumuh. Meskipun, secara umum tidak semua pastrad (pasar tradisional) seperti yang dibayangkan. Munculnya lapak liar menjadi penyebabnya. Sering dijumpai, stan permanen kalah dengan stan semi permanen yang kurang mengindahkan keamanan, ketertiban dan kenyamanan calon pembeli. Stan 'siluman' yang kerap muncul pada momen tertentu sangat merugikan pedagang pasar yang notabene telah membayar retribusi dan sewa stan.

Stan 'siluman' sering berada dibarisan depan untuk menggaet pembeli. Tanpa membayar sewa tempat, dapat dipastikan keuntungannya berlipat. Jika pihak berwenang (pengelola pasar) bisa bertindak tegas, munculnya stan siluman' akan mengurangi kesan kotor dan kumuh, kenyamanan pun dapat dirasakan.

Pastrad saat hanya menjadi jujukan untuk belanja kebutuhan dapur. Namun tidak untuk fashion dan makanan. Untuk urusan keperluan dapur, Pastrad masih jadi primadona masyarakat. Harapannya image akan Pastrad akan jauh lebih baik daripada pasar modern yang hanya akan 'dikuasai' segelintir orang!!!

Ayo ke Pastrad!!!
#salamblonjo #indonesia #indonesiaku #damai #damaiindonesia #pasar #pastrad



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bali The Last Paradise

Hari pertama, langsung gas. Tak kendor sedikitpun meski mata terasa berat. Kantuk melanda sebagian peserta. Efek berangkat dini hari, bahkan rombongan flight pertama (jam 05:00) sudah stand by di bandara Soetta sejak pukul 03:00 dini hari! Hebat bukan? Ya, peserta harus berada di titik kumpul sesuai arahan dari travel agent dua jam sebelum pesawat lepas landas. Hal ini untuk mempermudah baik panitia, agen perjalanan dan peserta koordinasi, dan pastinya tak ketinggalan pesawat!  Berangkat di pagi buta memang tak mudah bagi sebagian peserta (termasuk saya pribadi hehehe ). Dibutuhkan kemauan, semangat dan tekad yang luar biasa untuk bangkit dari tempat tidur, bersih badan alias mandi dan gosok gigi, jangan lupa pakai baju dan semprot parfum yang wangi! 😂 Beruntung itinerary sudah di share komite dari jauh hari. Jadi tak perlu bingung dan bimbang, bawaan yang “wajib” dibawa pada saat workshop berlangsung pun sudah lengkap diinformasikan, termasuk kebutuhan pribadi seperti obat-o...

Balada Pejuang Bus Antarkota

Pasutri itu tiba-tiba menepi, persis di bawah JPO. Awalnya kukira mereka hanya berdua, ternyata si kecil nyempil di boncengan tengah. Hujan memang tiba-tiba turun dengan derasnya, disertai angin yang juga cukup kencang. Laju kendaraan tertahan, tak bisa melaju secepat biasanya. Puncak jam “sibuk” Kota Pahlawan. Lima menit, sepuluh menit, hujan semakin menjadi. Keluarga kecil nampak bingung, mencari tempat yang nyaman untuk putranya. “Duduk saja di situ Bu, ada tempat kosong” Aku berseloroh. Sembari menggiring anaknya, “Iya, terima kasih Pak” sambil berlalu.  Membuntuti dibelakang si Bapak, sambil menenteng keresek tanggung warna putih, lengkap dengan kotak makanan warna cokelat, bertumpuk dua. Motor yang ditumpanginya pun dibiarkan tergeletak begitu saja, di tepi jalan, di bawah jembatan penyeberangan orang. “Di sana kering, nggak ada hujan, di sini langsung deras” Pungkasnya sambil menuding ke arah jalur yang dia lalui. Aku tersenyum, “Ya memang cuaca akhir-akhir ini mirip tahu bu...

Bekal yang Tertinggal, Hati yang Pulang

Nasi bungkus Pagi masih belum disapa mentari sempurna, masih gelap, redup, sepi. Namun, jalan sudah basah, padahal semalam tak turun hujan. Persis di tikungan jalan keluar kampung. Ternyata penjual nasi-lah yang menyiram. Memang tepat di belakangnya mengalir sungai yang cukup jernih dengan debit air yang melimpah. Meskipun sudah memasuki kemarau, tapi hujan tak pernah sungkan untuk datang. Orang bilang saat ini sedang “kemarau basah”. Kadang untuk memilih nama saja, kita kesulitan. Jangankan hati, bahasa saja orang tak sanggup menerjemahkan!  Pagi ini terburu-buru untuk berangkat, tapi setidaknya aku masih bisa menikmati sunyinya Subuh. Emakku sedang asyik mengajakku ngobrol, sampai lupa bahwa elf yang akan membawaku ke kota pahlawan, lima menit lagi akan berangkat.  Arloji yang melingkar di tangan kiriku seolah tak kenal kompromi dengan waktu. Tak pernah molor, tak juga dipercepat, pas! Arloji tak pernah ingkar janji, kecuali baterainya minta ganti atau waktunya diisi.  ...