Ngobrol dengan salah satu penumpang yang kebetulan duduk di sebelah saya. Kursi ini tak sedikit pun ada yang meliriknya. Sudah kucoba menggeser posisi badan, tetap saja tak ada yang mau ngisi, ya sudah ku taruh saja wadah bekal di kursi sebelah, lumayan daripada nenteng, dan kursinya juga kosong. Memang tempat duduknya tak sempurna lagi. Biasalah, unit sudah usang, tinggal menikmati keuntungannya saja, secara umur ekonomis mah sudah offside jauh. Begitulah kira-kira ilmu yang pernah ku pelajari semasa di bangku kuliah.
Kursinya tak bisa disandari punggung untuk sekedar merebahkan badan, jika dipaksa ya akan bablas ke belakang dan itu akan mengganggu kenyamanan penumpang lainnya. Mungkin itulah yang menyebabkan penumpang enggan duduk di kursi satu ini. Memang banyak “langganan” menumpang bus AKDP. Sedikit sisanya ya orang yang memang sedang melakukan perjalanan antar kota (bukan karyawan urban hehehe)
Sampai pada saatnya hampir seluruh kursi seisi bus penuh. Ya mau tak mau dan tak ada pilihan, akhirnya ada satu penumpang bapak-bapak yang “bersedia” duduk di sebelah saya. Namun, sudah ku informasikan bahwa kursi nya tak berfungsi seperti yang lain. Somplak begitu bahasa gaulnya. Namun bapak itu tetap memaksakan kehendak untuk duduk di situ. Daripada berdiri sepanjang perjalanan, ya kan?
Blind prospect
Istilah yang pernah dan pertama kali ku dengar dari Multi Level Marketing (MLM), yang pada awal tahun milenium begitu meledak pasarnya. Ilmu sederhana yang sebenarnya setiap individu punya “bakat” di sana. Sapa, senyum dan salam. Seperti itulah kira-kira ilmunya. Kunci untuk berkomunikasi dengan orang lain, lempar senyum sambil bertanya, “mau kemana Pak?”. Sesingkat itu pertanyaan yang ku sodorkan ke beliau. Jika menjawab singkat, berarti kamu perlu berpikir ulang, mau lanjut atau sudah cukup sampai disitu.
Mood orang untuk berbicara bisa dinilai dari situ, tertarik atau tidak, merespons atau tidak, bahkan tanya balik adalah tanda orang itu respect dan mau diajak ngobrol. Tiga detik pertama itu menentukan kelanjutan komunikasi. Bedanya kalau kamu ikut MLM, harus mengeluarkan segala “jurus” untuk mengubah situasi. Mau “target” nya pendiam atau banyak omong, cairkan saja suasana. Obrolan akan mengalir begitu saja ketika freeze itu menghilang. Menggali informasi pun mudah didapatkan!
Bapak usia senja itu ternyata orang Malang, yang ingin nyaman perjalanannya. Padahal bus antar kota sekarang ini—terutama Surabaya Malang dan sebaliknya—memilih lewat jalur berbayar alias tol. Entah praktek ini legal atau tidak, tak jelas. Karena jauh sebelum ada tol penghubung Surabaya Malang, bus AKDP ini ya lewat bawah atau non tol. Ternyata beliau lebih memilih kenyamanan. “Saya juga bisa nyetir tapi ya gak gitu-gitu amat” tukasnya. Mungkin beliau belajar dari pengalaman sebelumya, bus via toll cenderung ugal-ugalan. “Zig-zag Mas” beliau menjelaskan sambil melenggak-lenggokkan jemarinya.
“Ya memang cepat, Mas. Satu jam nyampe Malang, tapi saya takut, cari yang santai saja” beliau menjelaskan sambil merapikan barang bawaannya yang sedikit terkoyak karena jalanan bergelombang. Dari kerutan di wajahnya, beliau tak lagi muda, keriput. Remang cahaya di bus sedikit menyamarkan kerut dimuka. Masker warna hitam menutupi hidung hingga dagu. Topi kelir hijau putih yang beliau kenakan tampak lusuh, di sana sini ada bekas noda, seperti bekas terpapar getah tumbuhan.
Rambutnya yang memutih menutupi telinga, sedikit gondrong. Perawakannya ramping, dengan tinggi rata-rata orang Jawa kebanyakan. Keriput jemari tak bisa berbohong, tas warna biru berbalut plastik digenggamnya rapat-rapat. Tak besar, tapi beliau memilih memangkunya, meskipun kabin bus kosong melompong. “Dari mana Pak Dhe?” tanyaku. Sambil tersenyum beliau menjawab lirih “Dari rumah sakit dr Soetomo, Mas. Lagi menyelesaikan administrasi pengobatan untuk menantu saya”. “Untuk kontrol menantu saya, kan harus dapat rujukan dari faskes satu” imbuhnya.
Aku hanya terdiam, berpikir, bapak usia senja ini jauh dari Malang ke Surabaya untuk membereskan administrasi rumah sakit. Jam menunjukkan pukul delapan malam, namun beliau masih harus berjuang dijalan. Tapi bukan itu saja pertanyaan yang “memberontak” dalam benakku, sakit apakah menantu bapak ini? Usia berapa kah anak mantunya? hingga harus perawatan di RS dr Soetomo Surabaya. Sudah bukan rahasia umum, rumah sakit ini dikenal sebagai tempat perawatan pasien dengan stadium lanjut.
Masih saja aku terdiam, si bapak tiba-tiba bercerita, “Sampean pernah dengar berita viral? Ibu-ibu tertabrak kereta di stasiun Gubeng?” Terhenyak mendengar cerita si Bapak. Sampai menelan ludah pun tak bisa. Hanya bisa melongo dan mencoba mencerna perkataan orang yang duduk di sebelahku itu. Aku hanya menggeleng sambil berucap “Mboten semerap Pak (saya tidak tahu, Pak)”. “Beritanya sempat viral Mas, di media sosial, di televisi, hampir di semua pemberitaan ada berita menantu saya itu. Kejadiannya Jum'at legi, tanggal 24 Januari 2025” beliau menambahkan.
Sebegitu detailnya beliau cerita kejadian yang menimpa menantunya itu. “Menantu saya boncengan sama anak lakinya, beruntung cucu saya tidak terluka. Alhamdulillah menantu saya juga selamat, meskipun kedua kakinya harus diamputasi”. “Biasanya kalau tertabrak kereta api, mana bisa selamat Mas” timpalnya. Rasa syukur mendalam atas kejadian tersebut terucap tulus dari hati seorang bapak dan juga kakek buat cucunya. Mendengarkan cerita beliau, nafasku tersengal. Kejadian tragis nan pilu itu yang kudengar dari bapak tua malam itu. “Anak saya itu mau berangkat pengajian di Ampel sama anaknya. Padahal di perlintasan itu biasanya ada penjaga palang pintu. Tapi pas kejadian nahas itu, entah kemana petugasnya” beliau melanjutkan ceritanya.
“Sampai sekarang harus rutin kontrol ke rumah sakit, sambil penyesuaian menggunakan kaki palsu” beliau menambahkan lagi. Ya Rabb, mudahkanlah urusan beliau dan sehatkanlah badannya, do'a itu tiba-tiba terucap di hati. “Saya akhir-akhir ini saja naik kendaraan umum, biasanya ya motoran Mas, sama istri saya” beliau mulai mengalihkan pembicaraan. “Saya dulu sama istri, tujuh hari berturut touring berdua naik motor, ke Surabaya, Kediri, Tulungagung, hingga ke Jember”. “Setelah itu kami berdua masuk rumah sakit, seminggu dirawat” sambil tersenyum beliau berbagi kenangan. .
“Sampai saat ini, istri saya masih dalam tahap penyembuhan, istri saya kena stroke ringan” imbuhnya. “Sejak saat itu, keluarga, terutama adik-adik saya melarang saya untuk mengendarai motor kalau luar kota” pungkasnya. “Ya jadilah saya naik bus ini” ucap beliau sambil tertawa ringan.
Setiap orang punya kisahnya masing-masing, entah itu manis atau pahit sekalipun. Menjalaninya dengan penuh rasa syukur, menjadi obat mujarab untuk tidak mengeluh dan menyerah menghadapi seni kehidupan. Semoga perjalananmu malam itu menjadi ladang ibadah, Pak! Terima kasih sudi berbagi cerita bersamaku. Salam takzim!
Komentar
Posting Komentar
Terima kasih telah mengunjungi www.besongol.xyz
Untuk saran dan kritik perbaikan sangat terbuka. Silahkan tinggalkan komentar