Langsung ke konten utama

Rapid Test Antigen di RS Siloam TB Simatupang

Dimusim pandemi yang hingga saat ini berlangsung, kebutuhan rapid antigen ataupun swab menjadi prioritas utama bagi sebagian orang maupun instansi. Hal ini penting untuk memastikan kondisi karyawan dalam keadaan sehat dan fit to work. Seperti yang kita ketahui bersama, jumlah kasus covid terus "pecah rekor" dari hari ke hari. Artinya, dengan jumlah penderita positif corona yang bertambah banyak, patut diduga penyebarannya pun semakin cepat.
Dengan kondisi seperti saat ini, kebutuhan untuk rapid test juga semakin banyak dan masif. Memang banyak klinik dan rumah sakit yang melayani jasa ini, akan tetapi yang perlu diperhatikan adalah pelayanannya. Cepat, tepat dan akurat tiga kata kunci yang bisa jadi pertimbangan dalam melayani rapid yang sifatnya massal.
1. Cepat
Hal ini ditujukan untuk menghindari kerumunan dan antrian. Semakin cepat prosesnya, maka kemungkinan munculnya kerumunan bisa diminimalisir. 
2. Tepat
Ketepatan dalam pengolahan data bisa difilter melalui proses pendaftaran calon peserta rapid. Misalnya pemanfaatan teknologi tepat guna. Calon pasien tidak perlu mengisi form secara manual atau on the spot. Cara ini sangat efektif untuk mengurangi waktu registrasi seperti jaman dulu, manual. 
3. Akurat
Hasil rapid test akan sangat mempengaruhi untuk pengambilan keputusan. Untuk itu akurasi data yang dihasilkan sangat diperlukan. Jangan sampai hasil rapid test tertukar antar pasien satu dengan yang lainnya. 
Ada beberapa catatan pribadi (yang bisa jadi salah) tentang pengalaman rapid antigen di RS ini:
1. Pendaftaran masih manual
Calon pasien rapid wajib mengisi biodata pada formulir yang telah disediakan didekat pengambilan nomor antrian. Ada dua form yang harus diisi, pertama form pendaftaran pasien (jika anda belum terdaftar di RS Siloam), dan yang kedua form atau surat pernyataan tentang hasil rapid. Pengisian yang sifatnya manual akan membutuhkan waktu yang cukup lama dan berpotensi menimbulkan kerumunan, belum lagi pinjam meminjam alat tulis yang bisa jadi sumber penyebaran virus (karena kita tidak tahu profil satu per satu calon pasien).
2. Alur pelaksanaan rapid test
Tahap demi tahap proses rapid test seharusnya juga disosialisasikan kepada calon pasien, setidaknya "aturan mainan" ditempel pada tempat-tempat strategis, misalnya di area drop off, atau ditempat pengambilan nomor antrian. Hal ini tentunya cukup efektif untuk menghindari pertanyaan kepada petugas jaga dibagian registrasi. Cukup menyita waktu dan menunda pemanggilan nomor urut antrian!
3. Petugas pengambil sampel
Jumlah pasien yang membeludak tidak diimbangi dengan petugas medis pengambil sampel, membuat antrian cenderung crowdeed alias berjubel. Ketersediaan kursi yang terbatas, membuat pasien terpaksa "lesehan" di lantai rumah sakit, lagi-lagi berpotensi terjadi penyebaran virus!
4. Update data calon pasien
Di rumah sakit ini, calon pasien rapid test memang tidak dipisahkan antara pasien mandiri dan korporat. Sehingga, pasien dari perusahaan atau instansi membutuhkan waktu yang sedikit lebih panjang, karena membutuhkan validasi dan verifikasi. Seperti pengalaman yang saya alami. Saya diminta menunjukkan ID Card instansi, KTP dan bukti "percakapan" dari email untuk memastikan bahwa instansi tempat saya bekerja, benar-benar bekerjasama dengan RS Siloam. Alasan petugas saat itu, karena pihak marketing Siloam tidak memberikan informasi terkait kerjasama pengadaan rapid test. RS sebesar itu ternyata komunikasinya juga bisa dibilang kurang efektif. Namun tetap saya berkhusnudzon, mungkin saking banyaknya calon pasien disitu, membuat komunikasi sedikit terganggu.
Semoga kedepan, RS Siloam Simatupang terus berbenah dan memperbaiki catatan minor ini, untuk terus memberikan layanan maksimal kepada seluruh pasien, aamiin!
Besongol.blogspot.com
#Rapid #RapidTest #RapidAntigen #Jakarta #DKIJakarta #JakartaSelatan #Jaksel #Indonesia #Simatupang




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bali The Last Paradise

Hari pertama, langsung gas. Tak kendor sedikitpun meski mata terasa berat. Kantuk melanda sebagian peserta. Efek berangkat dini hari, bahkan rombongan flight pertama (jam 05:00) sudah stand by di bandara Soetta sejak pukul 03:00 dini hari! Hebat bukan? Ya, peserta harus berada di titik kumpul sesuai arahan dari travel agent dua jam sebelum pesawat lepas landas. Hal ini untuk mempermudah baik panitia, agen perjalanan dan peserta koordinasi, dan pastinya tak ketinggalan pesawat!  Berangkat di pagi buta memang tak mudah bagi sebagian peserta (termasuk saya pribadi hehehe ). Dibutuhkan kemauan, semangat dan tekad yang luar biasa untuk bangkit dari tempat tidur, bersih badan alias mandi dan gosok gigi, jangan lupa pakai baju dan semprot parfum yang wangi! 😂 Beruntung itinerary sudah di share komite dari jauh hari. Jadi tak perlu bingung dan bimbang, bawaan yang “wajib” dibawa pada saat workshop berlangsung pun sudah lengkap diinformasikan, termasuk kebutuhan pribadi seperti obat-o...

Balada Pejuang Bus Antarkota

Pasutri itu tiba-tiba menepi, persis di bawah JPO. Awalnya kukira mereka hanya berdua, ternyata si kecil nyempil di boncengan tengah. Hujan memang tiba-tiba turun dengan derasnya, disertai angin yang juga cukup kencang. Laju kendaraan tertahan, tak bisa melaju secepat biasanya. Puncak jam “sibuk” Kota Pahlawan. Lima menit, sepuluh menit, hujan semakin menjadi. Keluarga kecil nampak bingung, mencari tempat yang nyaman untuk putranya. “Duduk saja di situ Bu, ada tempat kosong” Aku berseloroh. Sembari menggiring anaknya, “Iya, terima kasih Pak” sambil berlalu.  Membuntuti dibelakang si Bapak, sambil menenteng keresek tanggung warna putih, lengkap dengan kotak makanan warna cokelat, bertumpuk dua. Motor yang ditumpanginya pun dibiarkan tergeletak begitu saja, di tepi jalan, di bawah jembatan penyeberangan orang. “Di sana kering, nggak ada hujan, di sini langsung deras” Pungkasnya sambil menuding ke arah jalur yang dia lalui. Aku tersenyum, “Ya memang cuaca akhir-akhir ini mirip tahu bu...

Perjalanan yang tak pernah usang

Hamdalah , bisa kembali beraktivitas di tanah kelahiran. Diberi kesempatan untuk menikmati ibukota Jakarta, tak dimiliki semua pekerja profesional (red: karyawan). Genap lima tahun, akhirnya “dikembalikan” ke East Java , kalau kata orang “ Jowo Wetan ” alias Jawa Timur. Masih segar diingatan, ketika teman-teman di pabrik melepas kepergianku ke kantor pusat, sedih. Namun yang pasti kami selalu mendoakan yang terbaik satu sama lain.  Tawaran yang ku terima dari manajemen, adalah bagian dari restrukturisasi organisasi. Ya beruntung masih ditawari, daripada tanpa pekerjaan. Prosesnya memang tak mudah, tapi bersyukur, akhirnya restu itu ku terima, setelah hampir setahun penantian. Meskipun dalam hati bergumam, “semakin lama ditunda, semakin bagus pula”, toh ya aku masih bekerja di tempat yang sama. hehehe Kata orang, setiap pilihan itu mesti ada rasa “sakitnya”, tergantung masing-masing orang menerjemahkannya. Termasuk aku yang saat itu galau tingkat dewa. Menuju Jakarta, meninggalkan ...