Langsung ke konten utama

Kehidupan "kecil" Suramadu

Suramadu, August 05 '09

Rasa penasaran terobati sudah. Setelah sekian lama hanya mendengar dari cerita dan kabar berita,akhirnya bisa melihat secara langsung jembatan yang konon katanya terpanjang di Asia Tenggara. Jembatan penghubung antara Pulau Madura dengan Surabaya ini, diperkirakan akan membantu percepatan pertumbuhan ekonomi Jawa Timur,khususnya Madura.

Suramadu seakan menjadi icon baru dan kebanggaan warga Jatim dan sekitarnya. Jembatan yang telah digagas semenjak Presiden RI pertama, Ir. Soekarno hingga akhirnya terealisasi dipertengahan tahun 2009. Beragam masalah menjadi faktor lamanya pembangunan Suramadu,termasuk pergantian pucuk pimpinan<baca: presiden> dan faktor ekonomi. Kendala lain yang muncul ketika proses pembangunan adalah pembebasan lahan warga. Masalah runyam ini akhirnya menemui titik temu. Sebagai kompensasi, pemerintah akhirnya merelokasi rumah warga dan memberikan ganti rugi kepada penduduk disekitar proyek mega dahsyat ini. Kini bangunan kokoh itu membujur membelah Selat Madura. 

Meskipun sempat terbelit masalah, akhirnya Suramadu bisa dioperasikan. Kini, masyarakat umum bisa menikmati perjalanan jalur darat ke Madura melalui Suramadu. Jembatan yang terbentang sepanjang kurang lebih 5 km ini bakal menjadi cikal bakal pengembangan P.Madura. Perjalanan darat tampaknya akan menjadi favorit masyarakat yang ingin berkunjung ke Kota Karapan Sapi.

Bisa jadi pusat pemerintahan Jatim berpindah di Pulau Garam,mengingat jaraknya yang tidak begitu jauh dan pemekaran di wilayah kota Surabaya tampaknya akan sulit diwujudkan. 

Ada yang menarik dibalik megahnya bangunan Suramadu, yakni kehidupan malamnya, kalau bisa saya sebut kehidupan "kecil". Coba tengok warung-warung di kanan kiri beberapa sesaat setelah masuk Suramadu <via Surabaya>. Dari info yang ada, warung-warung ini mulai menghiasi beberapa saat setelah Suramadu diresmikan. Kawasan ini dulunya adalah tambak yang terhampar luas di sepanjang Selat Madura. Kini berubah menjadi lahan bisnis baru bagi masyarakat sekitar. Tak pelak tempat ini menjadi alternatif untuk sekedar menghabiskan waktu atau melepas penat setelah beraktifitas seharian. Panorama alam yang cukup apik serta gemerlap lampu disepanjang jembatan seakan memecahkan kesunyian malam di perbatasan.

Remang-remang sorotan lampu di bawah lorong jembatan menjadi tempat nongkrong kaum muda-mudi. Aktivitas dibawah lorong ini cukup bervariasi, mulai dari berdua-duaan, cangkrukan, hingga sekedar ngobrol-ngobrol di warung. Sayangnya, ada yang menyalahgunakan tempat disekitar lorong. Berkali-kali mobil polisi berpatroli. Ternyata ada beberapa tempat yang disinyalir sebagai tempat mesum dan rawan kejahatan. Semoga saja petugas jaga, rutin menggelar operasi serupa, agar pengunjung lainnya merasa aman dan nyaman.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bali The Last Paradise

Hari pertama, langsung gas. Tak kendor sedikitpun meski mata terasa berat. Kantuk melanda sebagian peserta. Efek berangkat dini hari, bahkan rombongan flight pertama (jam 05:00) sudah stand by di bandara Soetta sejak pukul 03:00 dini hari! Hebat bukan? Ya, peserta harus berada di titik kumpul sesuai arahan dari travel agent dua jam sebelum pesawat lepas landas. Hal ini untuk mempermudah baik panitia, agen perjalanan dan peserta koordinasi, dan pastinya tak ketinggalan pesawat!  Berangkat di pagi buta memang tak mudah bagi sebagian peserta (termasuk saya pribadi hehehe ). Dibutuhkan kemauan, semangat dan tekad yang luar biasa untuk bangkit dari tempat tidur, bersih badan alias mandi dan gosok gigi, jangan lupa pakai baju dan semprot parfum yang wangi! 😂 Beruntung itinerary sudah di share komite dari jauh hari. Jadi tak perlu bingung dan bimbang, bawaan yang “wajib” dibawa pada saat workshop berlangsung pun sudah lengkap diinformasikan, termasuk kebutuhan pribadi seperti obat-o...

Balada Pejuang Bus Antarkota

Pasutri itu tiba-tiba menepi, persis di bawah JPO. Awalnya kukira mereka hanya berdua, ternyata si kecil nyempil di boncengan tengah. Hujan memang tiba-tiba turun dengan derasnya, disertai angin yang juga cukup kencang. Laju kendaraan tertahan, tak bisa melaju secepat biasanya. Puncak jam “sibuk” Kota Pahlawan. Lima menit, sepuluh menit, hujan semakin menjadi. Keluarga kecil nampak bingung, mencari tempat yang nyaman untuk putranya. “Duduk saja di situ Bu, ada tempat kosong” Aku berseloroh. Sembari menggiring anaknya, “Iya, terima kasih Pak” sambil berlalu.  Membuntuti dibelakang si Bapak, sambil menenteng keresek tanggung warna putih, lengkap dengan kotak makanan warna cokelat, bertumpuk dua. Motor yang ditumpanginya pun dibiarkan tergeletak begitu saja, di tepi jalan, di bawah jembatan penyeberangan orang. “Di sana kering, nggak ada hujan, di sini langsung deras” Pungkasnya sambil menuding ke arah jalur yang dia lalui. Aku tersenyum, “Ya memang cuaca akhir-akhir ini mirip tahu bu...

Perjalanan yang tak pernah usang

Hamdalah , bisa kembali beraktivitas di tanah kelahiran. Diberi kesempatan untuk menikmati ibukota Jakarta, tak dimiliki semua pekerja profesional (red: karyawan). Genap lima tahun, akhirnya “dikembalikan” ke East Java , kalau kata orang “ Jowo Wetan ” alias Jawa Timur. Masih segar diingatan, ketika teman-teman di pabrik melepas kepergianku ke kantor pusat, sedih. Namun yang pasti kami selalu mendoakan yang terbaik satu sama lain.  Tawaran yang ku terima dari manajemen, adalah bagian dari restrukturisasi organisasi. Ya beruntung masih ditawari, daripada tanpa pekerjaan. Prosesnya memang tak mudah, tapi bersyukur, akhirnya restu itu ku terima, setelah hampir setahun penantian. Meskipun dalam hati bergumam, “semakin lama ditunda, semakin bagus pula”, toh ya aku masih bekerja di tempat yang sama. hehehe Kata orang, setiap pilihan itu mesti ada rasa “sakitnya”, tergantung masing-masing orang menerjemahkannya. Termasuk aku yang saat itu galau tingkat dewa. Menuju Jakarta, meninggalkan ...