Langsung ke konten utama

Hujan tak Menyurutkan Menyalurkan Hobi

Era tahun sembilan puluhan bisa dibilang merupakan generasi yang masih bebas berekspresi, terutama membaur dengan alam dan lingkungan sekitar. Kedekatan inilah yang membuat kekeluargaan satu dengan yang lainnya terjaga. Kebebasan untuk menikmati pesona alam yang masih hijau, jauh dari polusi. 

Ada istilah BOLO atau kepanjangan dari Bocah Lali Omah (anak lupa rumah) karena kesehariannya habis untuk berpetualang di luar rumah. Ada pun nonton televisi hanya dihari Sabtu dan Minggu, itupun selepas bangun tidur, siangnya? Mbolang lagi!

Beda zaman, beda kebiasaan. Keterbatasan pengetahuan tentang teknologi (dibanding saat ini) membuat generasi di era 90 an banyak menghabiskan waktu untuk bermain, berkumpul dan belajar tentang alam. Titen, dalam bahasa Jawa merupakan salah satu keahlian atau pengetahuan tentang sesuatu yang terjadi dengan pola tertentu dan berulang, bisa dibilang prediktif (berhubungan dengan alam).

Salah satu contoh, kalau dulu musim hujan bisa ditebak. Memasuki bulan yang berakhiran -ber (September, Oktober, November dan Desember) hujan akan turun. Saat itulah yang dinantikan, karena banyak yang bisa dilakukan ketika masuk musim penghujan. Beberapa "hobi" atau permainan yang digemari ketika musim penghujan:

1. Mandi Hujan

Siapa yang tak tau "ritual" satu ini? Sampai saat ini pun masih banyak anak-anak yang senang mandi hujan. Segarnya air hujan memang belum ada yang menandingi! Dalam bahasa Jawa biasa disebut udan-udanan; atau uyut-uyut. Biasanya mandi hujan diikuti aktivitas lainnya, seperti sepak bola, gobak sodor, bentengan dan permainan yang bersifat kolektif alias rame-rame.

"Khasiat" mandi hujan salah satunya adalah membentuk kekebalan. Bermain air sepanjang hujan terjadi, tak jarang durasinya hingga berjam-jam dan tanpa mengenakan baju atau kaos, hanya celana pendek! Dingin hanya angin lalu, terkalahkan oleh kesenangan untuk bermain bersama. Inilah yang membuat daya tahan tubuh meningkat. Namun jangan coba-coba kalau Anda ragu! 

2. Memancing dan menjaring ikan

Beruntung bagi kalian yang tempat tinggalnya dialiri sungai. Sungai adalah tempat favorit bagi ikan-ikan seperti wader, uceng, lele, udang dan macam-macam ikan tawar lainnya. Memasuki musim penghujan, biasanya aliran sungai cukup deras, bahkan bisa terjadi banjir. Inilah yang dimanfaatkan anak-anak untuk memancing, tentu saja menunggu alirannya melandai atau terkendali. 

Kolam ikan banyak yang jebol, membuat ikan piaraan terbawa arus sungai. Kalau sudah seperti itu, tak hanya bocah-bocah, bapaknya pun akan ikut gabung untuk mancing atau menjala ikan. Tak hanya itu, banjir yang terjadi akan menyisakan kubangan-kubangan kecil dan tentu saja dengan ikannya. Tempat yang pas untuk menjaringnya.

Langkah seribu untuk menangkap ikan dengan kondisi seperti itu adalah melepas kaos yang dipakai untuk menyeser ikan! Tak peduli lumut atau lumpur menempel di baju, yang penting ikan bisa "diamankan" untuk dibawa pulang!

3. Berburu bibit buah

Musim hujan membuat kondisi tanah menjadi lembab dan memungkinkan biji buah-buahan untuk bangun dari "dorman". Banyak biji-bijian yang tumbuh menjadi bibit liar adalah berkah. Kebonan (tempat pembuangan sampah) adalah tempat yang pas untuk berburu bibit buah. 

Dengan lahan yang masih luas, sampah hanya dibiarkan begitu saja, sesekali sampah plastik dan dedaunan dibakar. Ketika musim penghujan tiba, biji-bijian mulai tumbuh tunas dan daun. Bisa ditebak bibit buah yang mudah dijumpai, ya yang dilapak penjual buah!

Mangga, rambutan, klengkeng dan alpukat adalah jenis bibit buah yang sangat mudah ditemukan. Hanya bermodal kantong kresek lengkap dengan kompos dan polybag, bibit-bibit tadi dipindahkan. Dikumpulkan dalam satu tempat untuk memudahkan menyiangi dan menyirami bibit-bibit buah. Hal positif dari berburu bibit ini adalah belajar secara otodidak tentang jenis dan macam tanaman. Tanaman berbuah, kami pun bahagia!

4. Mencari Jamur Barat

Hujan memang tak selalu membawa bencana, banyak berkah dengan turunnya hujan. Selain persediaan air yang melimpah, alam memainkan perannya untuk menyeimbangkan ekosistem. Biasanya setelah penghujan di penghujung musim, angin bertiup dengan kencangnya.

Orang Jawa menyebutnya Angin Barat. Angin inilah yang ditunggu-tunggu, karena pada kondisi ini jamur barat mulai tumbuh dan sangat mudah dijumpai. Dinamakan jamur barat karena adanya hanya dimusim angin barat. Angin ini bertiup cukup kencang dan disertai hujan membuat suhu tanah lembab, kondisi favorit bibit jamur bermekaran. 

Berbeda dengan kondisi saat ini, seiring perkembangan teknologi dan pengetahuan, budidaya jamur pun mulai menjamur. Jamur sangat mudah dijumpai, berkat teknologi rekayasa lingkungan. Bibit jamur ditanam pada media tanam yang sudah dimodifikasi sedimikian rupa atau bag log. Tugas petani jamur adalah menjaga suhu agar tetap stabil. 

Jika jaman dulu makan jamur hanya setahun sekali, kini, kapan pun bisa mengonsumsinya!

Credit photo by KASKUS






Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bali The Last Paradise

Hari pertama, langsung gas. Tak kendor sedikitpun meski mata terasa berat. Kantuk melanda sebagian peserta. Efek berangkat dini hari, bahkan rombongan flight pertama (jam 05:00) sudah stand by di bandara Soetta sejak pukul 03:00 dini hari! Hebat bukan? Ya, peserta harus berada di titik kumpul sesuai arahan dari travel agent dua jam sebelum pesawat lepas landas. Hal ini untuk mempermudah baik panitia, agen perjalanan dan peserta koordinasi, dan pastinya tak ketinggalan pesawat!  Berangkat di pagi buta memang tak mudah bagi sebagian peserta (termasuk saya pribadi hehehe ). Dibutuhkan kemauan, semangat dan tekad yang luar biasa untuk bangkit dari tempat tidur, bersih badan alias mandi dan gosok gigi, jangan lupa pakai baju dan semprot parfum yang wangi! 😂 Beruntung itinerary sudah di share komite dari jauh hari. Jadi tak perlu bingung dan bimbang, bawaan yang “wajib” dibawa pada saat workshop berlangsung pun sudah lengkap diinformasikan, termasuk kebutuhan pribadi seperti obat-o...

Balada Pejuang Bus Antarkota

Pasutri itu tiba-tiba menepi, persis di bawah JPO. Awalnya kukira mereka hanya berdua, ternyata si kecil nyempil di boncengan tengah. Hujan memang tiba-tiba turun dengan derasnya, disertai angin yang juga cukup kencang. Laju kendaraan tertahan, tak bisa melaju secepat biasanya. Puncak jam “sibuk” Kota Pahlawan. Lima menit, sepuluh menit, hujan semakin menjadi. Keluarga kecil nampak bingung, mencari tempat yang nyaman untuk putranya. “Duduk saja di situ Bu, ada tempat kosong” Aku berseloroh. Sembari menggiring anaknya, “Iya, terima kasih Pak” sambil berlalu.  Membuntuti dibelakang si Bapak, sambil menenteng keresek tanggung warna putih, lengkap dengan kotak makanan warna cokelat, bertumpuk dua. Motor yang ditumpanginya pun dibiarkan tergeletak begitu saja, di tepi jalan, di bawah jembatan penyeberangan orang. “Di sana kering, nggak ada hujan, di sini langsung deras” Pungkasnya sambil menuding ke arah jalur yang dia lalui. Aku tersenyum, “Ya memang cuaca akhir-akhir ini mirip tahu bu...

Perjalanan yang tak pernah usang

Hamdalah , bisa kembali beraktivitas di tanah kelahiran. Diberi kesempatan untuk menikmati ibukota Jakarta, tak dimiliki semua pekerja profesional (red: karyawan). Genap lima tahun, akhirnya “dikembalikan” ke East Java , kalau kata orang “ Jowo Wetan ” alias Jawa Timur. Masih segar diingatan, ketika teman-teman di pabrik melepas kepergianku ke kantor pusat, sedih. Namun yang pasti kami selalu mendoakan yang terbaik satu sama lain.  Tawaran yang ku terima dari manajemen, adalah bagian dari restrukturisasi organisasi. Ya beruntung masih ditawari, daripada tanpa pekerjaan. Prosesnya memang tak mudah, tapi bersyukur, akhirnya restu itu ku terima, setelah hampir setahun penantian. Meskipun dalam hati bergumam, “semakin lama ditunda, semakin bagus pula”, toh ya aku masih bekerja di tempat yang sama. hehehe Kata orang, setiap pilihan itu mesti ada rasa “sakitnya”, tergantung masing-masing orang menerjemahkannya. Termasuk aku yang saat itu galau tingkat dewa. Menuju Jakarta, meninggalkan ...