Langsung ke konten utama

Covid Ditengah Perubahan Cuaca

Tepat di Bulan Februari 2022, Indonesia sedang memasuki musim pancaroba, tak terkecuali Ibukota Jakarta. Cuaca yang sebelumnya panas berhari-hari mendera Kota Kolaborasi ini. Cukup terik, dan membuat tubuh bermandikan keringat. Jika tak hati-hati, masuk angin bisa menghampiri. Teriknya saat itu bisa mencapai tiga puluh derajat, bisa dibayangkan bagaimana gerahnya Jakarta di Bulan Januari.

Namun, berselang sebulan kemudian, Jakarta berubah menjadi dingin, akibat hujan dan angin kencang yang terjadi hampir setiap hari. Kondisi cuaca harian juga tak menentu, tiba-tiba hujan deras, seketika berubah menjadi panas. Faktor inilah yang menyebabkan imunitas setiap orang diuji. 

Jakarta masuk musim pancaroba. Setali tiga uang, penderita flu semakin hari kian bertambah. Berbanding lurus dengan jumlah pasien covid yang juga meledak. Apakah ini flu? Atau memang covid mulai merebak dengan varian omicronnya? Kita banyak dibingungkan dengan situasi sekarang, karena gejala omicron mirip atau sama dengan flu.

Beberapa gejala yang disebutkan oleh banyak sumber diantaranya, tenggorokan terasa gatal/ kering, pusing/ kepala terasa berat, demam disertai batuk dan pilek, serta badan terasa capek. Gejala klinis tersebut bisa dikatakan sama dengan gejala flu biasa. Bahkan di beberapa negara, kasus omicron ini dianggap sebagai flu.

Di Indonesia sendiri, kasus omicron pertama ditemukan pada pertengahan Desember 2021. Suspect diketahui adalah pekerja cleaning service di Wisma Atlet, yang notabene merupakan tempat karantina pasien positif covid. Kemungkinan besar inilah transmisi lokal "pertama" yang terdeteksi. Mengingat omicron ini diketahui merupakan mutasi yang berasal dari luar negeri.

Terpantau sejak awal Februari 2022, peningkatan kasus terjadi di area Jabodetabek dan Banten. Mobilitas dan tingkat kepadatan penduduk membuat virus ini sangat mudah menyebar. Laboratorium test covid pun saat ini membeludak. Seperti sedang panik, mengalahkan berita minyak yang saat ini sedang langka. 

Jika dulu flu bisa diobati dengan mudah dan murah meriah, kali ini harus merogoh kocek lebih dalam. Biaya PCR/ Swab test disini dikisaran 275-300 ribu rupiah. Sedangkan Rapid Antigen dipatok harga 75 ribuan. Belum lagi vitamin serta suplemen lainnya. Sudah jatuh tertimpa tangga, mungkin adagium ini pas bagi penyintas flu saat ini.

Tombo teko, loro lungo! Salam sehat..




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bali The Last Paradise

Hari pertama, langsung gas. Tak kendor sedikitpun meski mata terasa berat. Kantuk melanda sebagian peserta. Efek berangkat dini hari, bahkan rombongan flight pertama (jam 05:00) sudah stand by di bandara Soetta sejak pukul 03:00 dini hari! Hebat bukan? Ya, peserta harus berada di titik kumpul sesuai arahan dari travel agent dua jam sebelum pesawat lepas landas. Hal ini untuk mempermudah baik panitia, agen perjalanan dan peserta koordinasi, dan pastinya tak ketinggalan pesawat!  Berangkat di pagi buta memang tak mudah bagi sebagian peserta (termasuk saya pribadi hehehe ). Dibutuhkan kemauan, semangat dan tekad yang luar biasa untuk bangkit dari tempat tidur, bersih badan alias mandi dan gosok gigi, jangan lupa pakai baju dan semprot parfum yang wangi! 😂 Beruntung itinerary sudah di share komite dari jauh hari. Jadi tak perlu bingung dan bimbang, bawaan yang “wajib” dibawa pada saat workshop berlangsung pun sudah lengkap diinformasikan, termasuk kebutuhan pribadi seperti obat-o...

Balada Pejuang Bus Antarkota

Pasutri itu tiba-tiba menepi, persis di bawah JPO. Awalnya kukira mereka hanya berdua, ternyata si kecil nyempil di boncengan tengah. Hujan memang tiba-tiba turun dengan derasnya, disertai angin yang juga cukup kencang. Laju kendaraan tertahan, tak bisa melaju secepat biasanya. Puncak jam “sibuk” Kota Pahlawan. Lima menit, sepuluh menit, hujan semakin menjadi. Keluarga kecil nampak bingung, mencari tempat yang nyaman untuk putranya. “Duduk saja di situ Bu, ada tempat kosong” Aku berseloroh. Sembari menggiring anaknya, “Iya, terima kasih Pak” sambil berlalu.  Membuntuti dibelakang si Bapak, sambil menenteng keresek tanggung warna putih, lengkap dengan kotak makanan warna cokelat, bertumpuk dua. Motor yang ditumpanginya pun dibiarkan tergeletak begitu saja, di tepi jalan, di bawah jembatan penyeberangan orang. “Di sana kering, nggak ada hujan, di sini langsung deras” Pungkasnya sambil menuding ke arah jalur yang dia lalui. Aku tersenyum, “Ya memang cuaca akhir-akhir ini mirip tahu bu...

Perjalanan yang tak pernah usang

Hamdalah , bisa kembali beraktivitas di tanah kelahiran. Diberi kesempatan untuk menikmati ibukota Jakarta, tak dimiliki semua pekerja profesional (red: karyawan). Genap lima tahun, akhirnya “dikembalikan” ke East Java , kalau kata orang “ Jowo Wetan ” alias Jawa Timur. Masih segar diingatan, ketika teman-teman di pabrik melepas kepergianku ke kantor pusat, sedih. Namun yang pasti kami selalu mendoakan yang terbaik satu sama lain.  Tawaran yang ku terima dari manajemen, adalah bagian dari restrukturisasi organisasi. Ya beruntung masih ditawari, daripada tanpa pekerjaan. Prosesnya memang tak mudah, tapi bersyukur, akhirnya restu itu ku terima, setelah hampir setahun penantian. Meskipun dalam hati bergumam, “semakin lama ditunda, semakin bagus pula”, toh ya aku masih bekerja di tempat yang sama. hehehe Kata orang, setiap pilihan itu mesti ada rasa “sakitnya”, tergantung masing-masing orang menerjemahkannya. Termasuk aku yang saat itu galau tingkat dewa. Menuju Jakarta, meninggalkan ...