Langsung ke konten utama

Pura-pura Banyak Gaya

Rocky Gerung dan Menkeu Baru

Kalimat menggelitik dan penuh satire ini membuat bibir ini mengembang, meskipun sedikit mengering. Bahkan kulit ari-nya terasa terkoyak karena tawa ini tanpa suara, perih. Seharian duduk di depan komputer dengan "rutinitas" yang cukup menguras isi kepala. Video ini sontak membuat kacau otak, harus mereset fokus yang sedang saya lakukan dengan keras. 

Siapa lagi kalau bukan ulah Rocky Gerung, si "Raja Debat", sekaligus akademisi yang tak pernah "terbawa emosi". Namanya melejit karena begitu vokal mengkritisi kebijakan ataupun statement penyelenggara negara! Bahkan kontroversi "mengkritik" sekelas presiden pun, pernah beliau lakukan. Keren sih! 

Sikap kritis yang mulai terkikis seiring "perubahan politik" dinamis. Berani beda, ketika koalisi parpol di pemerintahan semakin "gemuk". "Koalisi keroyokan" ini bukan tak beresiko, karena mayoritas parpol akan "diam" ketika jatah dan janji politik terpenuhi. Saat itulah, "penyeimbang" diperlukan, diluar parpol, seperti sosok RG ini. 

RG hadir bak oase di tengah pergumulan politik mulai "gersang" karena daya tawar politik yang tak lagi menarik, tak ada "oposisi". Hampir semua pimpinan parpol dapat jatah kursi. Itulah yang membuat negara terasa kering lagi kerontang. Nyaman itu membutakan dan itu nyata adanya. Laten KKN pun tumbuh subur. Semua aturan diterabas, cenderung tak ada yang menekan tombol peringatan, "negara dalam bahaya".

Terbaru RG nyentil sang Menkeu yang baru kemarin sore dilantik,  karena bawa-bawa dua nama presiden di masa sebelumnya. Namun nadanya sinis ketika menyebut Jokowi, tau kan kenapa? hehehe

Ditengah karut-marutnya perpolitikan dalam negeri, secercah harapan itu muncul. Presiden Prabowo mulai berani mengambil langkah tegas dengan mencopot pembantunya di pemerintahan yang dinilai kurang maksimal. Dampaknya luar biasa, lima pos strategis menteri resmi diganti pada awal bulan September! 


Komentar tajam keluar dari mulut seorang RG atas ucapan menteri keuangan yang baru, Purbaya Yudhi Sadewa. Saya yang mengikuti berita "reshuffle" kabinet dari awal, mulai tertarik dengan strategi Presiden Prabowo Subianto. Tak tanggung-tanggung, lima pos kementerian di otak-atik! 

Reshuffle bukan tanpa dasar, tapi rakyat sudah terlanjur kepalang "emosi" dengan komentar pejabat yang mulai ngelantur dan ngawur. Semuanya ada puncaknya. Ditambah driver ojek online meregang nyawa setelah dilindas rantis Brimob. Ibarat bahan bakar dilempar api, ya semakin menjadi. Hampir sepekan kerusuhan terjadi di seluruh negeri. 

Agustus yang seharusnya menjadi perayaan akbar, karena bulan kemerdekaan, berubah menjadi api  kemarahan! Nasionalisme yang sempat memuncak ketika upacara bendera, kini perlahan mulai memudar, seiring tingkah pola pejabat negara yang diluar nalar. Seolah menantang rakyat, mereka dengan ringan lidah mengatakan bahwa warga negara ini tak berpendidikan, kurang literasi. Padahal sebaliknya! 

Satu persatu loyalis presiden pendahulu mulai "dikurangi" dan itu menurut saya langkah yang strategis. Melepas bayang-bayang Jokowi di tengah kegelisahan publik akan politik dinasti yang lebih mirip "orde baru". Pendekatan personal dan aji mumpung, menjadi trend politik di era kepemimpinannya. 

Dengar pendapat dengan komisi XI DPR-RI

Pasca pelantikannya, Purbaya langsung tancap gas, rapat bersama komisi XI DPR yang membidangi Keuangan dan Ekonomi Negara. Ketua komisi bahkan berseloroh bahwa sang menteri baru ini menjadi viral karena komentar nya setelah dilantik presiden di istana. Bukan pendapatnya yang salah, tapi potongan pembicaraannya yang membuat gaduh. 

"Gaya koboy" menjadi khas di awal kepemimpinannya. Berbeda dengan Menkeu sebelumnya yang "irit bicara" dan penuh "kehati-hatian". Banyak yang bilang, kalau menteri keuangan harus konservatif ketika mengeluarkan statement, karena akan berdampak pada sektor finansial, seperti pasar modal dan turunannya. 

Sri Mulyani tokoh pendahulunya, bukan tak pandai, namun Indonesia butuh sosok baru untuk menggebrak stagnasi ekonomi yang terjadi. Mengemban tugas sebagai menteri keuangan selama hampir empat belas tahun! Tentu butuh pembaruan, agar ide-ide cemerlang untuk menggenjot ekonomi yang mulai melambat. Dan saya menjadi kubu yang mendukung menteri keuangan ini diganti.

Menyimak potongan video di Kompas, durasinya kurang lebih lima belas menit, namun jadi tiga puluh menit, karena saya harus memutar kembali videonya. Nada bicara dan intonasinya cukup "landai" namun sangat percaya diri. Pria lulusan ITB Jurusan Elektro ini, telah malang melintang di perekonomian Indonesia, bahkan sejak pemerintahan SBY. Namun, asing di telinga saya. 

Terakhir, beliau ditugaskan menjadi kepala LPS (Lembaga Penjamin Simpanan). Percaya dirinya terhadap masa depan ekonomi bangsa ini, menjadi letupan baru ditengah pesimistis yang sedang melanda negeri ini, bahkan global. Beliau mengaku sudah paham betul seluk-beluk krismon atau krisis moneter yang terjadi di Indonesia. Sejak tahun 1997, bangsa ini mulai masuk "krisis", puncaknya adalah reformasi tahun 1998

Menurutnya hal ini disebabkan karena kepincangan ekonomi, sektor riil (swasta) tidak berjalan beriringan dengan kapasitas fiskal (pemerintah). Padahal menurut beliau, keduanya harus berjalan seimbang, agar pertumbuhan ekonomi melesat. Salah satu kritisi nya adalah jumlah dana mengendap di BI  mencapai 800 triliun! Dana "idle" inilah yang akan dimanfaatkan oleh Purbaya untuk menjalankan sektor ekonomi riil yang mulai kehabisan tenaga. 

Gebrakan Menkeu

Tampaknya kata-kata beliau bukan isapan jempol, terbukti rencana penarikan dana 200 triliun untuk dimasukkan "sistem" bank pelat merah, direstui oleh Presiden. Kini bank himbara dituntut untuk memutar otak, agar kredit bisa terserap maksimal. "Biar Sabtu dan Minggu gak sibuk main golf" ungkapan yang lagi-lagi satire dilontarkannya. 

Menurut analisanya, bank turut mendukung keringnya likuiditas di pasar. Penerbitan surat utang, membuat BI kurang "kreatif" menggali sektor riil. Dana hanya berputar di pasar uang, dengan sedikit "rembesan" di sektor lapangan usaha. Dengan imbal hasil yang pasti, BI hanya duduk manis menghasilkan uang, dan itu "diharamkan" oleh Purbaya. 

Katalis bahwa Purbaya Effect mulai terpantau di pasar saham. IHSG bahkan menyentuh ATH (All Time High) di bulan September 2025 ini, sebuah  sejarah yang manis. Di sektor riil, stimulus ekonomi juga sudah mulai diumumkan oleh pemerintah, bahwa karyawan atau pegawai yang gajinya di bawah sepuluh juta per bulan, akan bebas dari pemotongan pajak penghasilan! 

Ini termasuk "perluasan" dari program PPh DTP (Ditanggung Pemerintah) bagi karyawan yang bekerja di sektor hotel dan restoran. Mereka adalah garda terdepan yang terdampak akibat lesunya perekonomian dan "efisiensi" belanja yang digaungkan oleh pemerintah. Kini, perlahan mulai berubah arah. 

Paket ekonomi berikutnya adalah rencana pemerintah untuk memberikan uang saku kepada fresh graduate yang magang. Besarannya lumayan, sesuai UMP atau upah minimum provinsi. Langkah ini layak di apresiasi di tengah sulitnya sarjana mencari pekerjaan karena permintaan pasar yang cenderung siap kerja. Nantinya para magang-er ini akan ditempatkan sesuai dengan bidang keahliannya. 

Tujuannya sederhana, setelah masa magang selama enam bulan selesai, mereka bisa langsung terserap ke industri. Harapan ditengah keterpurukan ekonomi dunia selalu ada. Ide-ide kreatif dan terobosan pemerintah dibawah menteri keuangan baru ini, patut di hargai. Meskipun baru seumur jagung, efek Purbaya mulai terlihat nyata. 

Setiap perubahan pasti menimbulkan pro dan kontra, namun satu yang pasti, kita wajib mendukung jika programnya bagus dan on the track. Tugas rakyat adalah "menegur" ketika penyelenggara negara mulai melenceng dari amanah undang-undang dan dasar negara.

Selamat bertugas Pak Purbaya, semoga amanah menjalankan tugas yang tak mudah ini. Setidaknya bapak serius bekerja, buka pura-pura banyak gaya! 

Purabaya, 18 September 2025
Di atas Bus Restu Panda


Indonesia semakin Raya lagi Kaya. Hasil Jepretan Anak Lanang





Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bali The Last Paradise

Hari pertama, langsung gas. Tak kendor sedikitpun meski mata terasa berat. Kantuk melanda sebagian peserta. Efek berangkat dini hari, bahkan rombongan flight pertama (jam 05:00) sudah stand by di bandara Soetta sejak pukul 03:00 dini hari! Hebat bukan? Ya, peserta harus berada di titik kumpul sesuai arahan dari travel agent dua jam sebelum pesawat lepas landas. Hal ini untuk mempermudah baik panitia, agen perjalanan dan peserta koordinasi, dan pastinya tak ketinggalan pesawat!  Berangkat di pagi buta memang tak mudah bagi sebagian peserta (termasuk saya pribadi hehehe ). Dibutuhkan kemauan, semangat dan tekad yang luar biasa untuk bangkit dari tempat tidur, bersih badan alias mandi dan gosok gigi, jangan lupa pakai baju dan semprot parfum yang wangi! 😂 Beruntung itinerary sudah di share komite dari jauh hari. Jadi tak perlu bingung dan bimbang, bawaan yang “wajib” dibawa pada saat workshop berlangsung pun sudah lengkap diinformasikan, termasuk kebutuhan pribadi seperti obat-o...

Balada Pejuang Bus Antarkota

Pasutri itu tiba-tiba menepi, persis di bawah JPO. Awalnya kukira mereka hanya berdua, ternyata si kecil nyempil di boncengan tengah. Hujan memang tiba-tiba turun dengan derasnya, disertai angin yang juga cukup kencang. Laju kendaraan tertahan, tak bisa melaju secepat biasanya. Puncak jam “sibuk” Kota Pahlawan. Lima menit, sepuluh menit, hujan semakin menjadi. Keluarga kecil nampak bingung, mencari tempat yang nyaman untuk putranya. “Duduk saja di situ Bu, ada tempat kosong” Aku berseloroh. Sembari menggiring anaknya, “Iya, terima kasih Pak” sambil berlalu.  Membuntuti dibelakang si Bapak, sambil menenteng keresek tanggung warna putih, lengkap dengan kotak makanan warna cokelat, bertumpuk dua. Motor yang ditumpanginya pun dibiarkan tergeletak begitu saja, di tepi jalan, di bawah jembatan penyeberangan orang. “Di sana kering, nggak ada hujan, di sini langsung deras” Pungkasnya sambil menuding ke arah jalur yang dia lalui. Aku tersenyum, “Ya memang cuaca akhir-akhir ini mirip tahu bu...

Bekal yang Tertinggal, Hati yang Pulang

Nasi bungkus Pagi masih belum disapa mentari sempurna, masih gelap, redup, sepi. Namun, jalan sudah basah, padahal semalam tak turun hujan. Persis di tikungan jalan keluar kampung. Ternyata penjual nasi-lah yang menyiram. Memang tepat di belakangnya mengalir sungai yang cukup jernih dengan debit air yang melimpah. Meskipun sudah memasuki kemarau, tapi hujan tak pernah sungkan untuk datang. Orang bilang saat ini sedang “kemarau basah”. Kadang untuk memilih nama saja, kita kesulitan. Jangankan hati, bahasa saja orang tak sanggup menerjemahkan!  Pagi ini terburu-buru untuk berangkat, tapi setidaknya aku masih bisa menikmati sunyinya Subuh. Emakku sedang asyik mengajakku ngobrol, sampai lupa bahwa elf yang akan membawaku ke kota pahlawan, lima menit lagi akan berangkat.  Arloji yang melingkar di tangan kiriku seolah tak kenal kompromi dengan waktu. Tak pernah molor, tak juga dipercepat, pas! Arloji tak pernah ingkar janji, kecuali baterainya minta ganti atau waktunya diisi.  ...